Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2020

Lelang kodrat

Lelang kodrat -putri palupi- Malam-malam ini, kantuk tak mau singgah walau sebentar Dikalahkan ego dan pikiran yang membatu Pantas tak ada lucu pada kisah-kisah semu. Walau yang sedemikian itu, aku sesali berulang kali Haruskah berlari dari api pembakaran diri snediri? Lagi-lagi, kita semua adalah alasan Kenapa dan ada apa, dunia yang nasibnya bisa ditukar harta. Purworejo, 27 November 2020

Nasib seorang rendahan

Nasib seorang rendahan -putri palupi- Betapa aku yang kusut, kusam, malang Mematuk nasib pada kejam-kejam malam Berbisik rapuh, menunduk dengan segenap keluh. Tak bisa lagi kuucap doa-doa itu Seluruh cerca dan tawa kering menjadi hening seketika Aku melapuk, tak berdaya di sela desahan manusia-manusia yang puas akan pencapaian instannya. Lemah di tubuh menjalar naik dengan angkuh, dengan rusuh Saking kesalnya hati—sakitnya bukan main lagi, benar-benar nyeri Terlihat jumbuh pada apa-apa yang jatuh, lalu kuteriaki ' adil siapa yang curi?! ' Purworejo, 27 November 2020

Tentang Pagi

Gambar
Ketika Pagi -Putri Palupi- Pada suasana yang syahdu—kita kesulitan memulai lagu dan didahului kicau-kicau itu. Sorak jago dari kandang samping rumah yang memecah keheningan selepas malam minggu. Serupa aroma tak sedap dari dalam kamar keramat yang tak pernah terjamah ibu. Ada aku dan kopi tandas tinggal ampas. Memicingkan mata, mengedarkannya ke ambang jendela. Rupanya mentari menelusup diam-diam, mencari jiwa malas untuk dipotong lehernya—dipotong kakinya. Biar apa? Tak ada kepala, maka tak berpikir. Tak ada kaki, maka tak jalan. Tak ada kedua-duanya—kita benar-benar mayat tak berguna. Purworejo, 22 Oktober 2020

Rangkaian Tiga Puisi

Berjalan Sendiri -Putri Palupi- Aku manusia. Terkadang suka lupa ini sedang hidup di dunia. Dan terkadang suka lupa—kalau pada dasarnya hanya bisa hidup bersama-sama, melangkah beriringan dan berpasang-pasangan. Mungkin aku terlalu sibuk berambisi mengejar segala infestasi duniawi Aku sudah lebih pagi menyadari yang aku alami, tapi nampaknya ini terlalu dini hari, sebab aku masih berjalan sendiri Senja Di Tengah Hutan -Putri Palupi- Lurus mata memandang, celah jalan dan rimbun kaku pepohonan. Aku menatap langit indah berwarna jingga—orang bilang senja sebutannya. Katanya..., pergilah ke pantai—maka senja akan melambai. Tapi aku berfikir, sepertinya untuk mengiringi sebuah kepergian tidak perlu menuju pantai, cukup di sini. Dimana pun masih tetap bisa menyertai. Jenuh Ini Terus Ada -Putri Palupi- Aku mulai benci dengan pembohongan diri sendiri. Perasaan, yang aku lakukan hanya datang, duduk, lalu pulang. Pura-pura senang,tertawa,dan melakukan segala pekerjaan bersama mereka. Selalu mera...

Dua Nasib

Gambar
Bapak-bapak penjual gerabah, marah. Tatkala hujan mengobrak-abrik kedai miliknya, sumpah serapahnya tertuju pada nasib malangnya. Sedang itu, aku yang duduk di dekat penjual kacang—hanya bisa geleng-gelang kepala. Aku heran tiada tara, pertanyaan mengucur tak kalah hebat, balapan dengan hujan yang kadangkala berubah gerimis—lalu ulangi lagi. Kenapa di sini panas, dan di sana hujan deras? Rupanya inilah yang dinamakan garis kehidupan. Antara kedua-duanya selalu ada rasa keluh. Dan kita selalu saja mengulang ketidak-bersyukuran itu. Baledono Purworejo, 15 November 2020

Antara Siapa

Gambar
Demi mengenal puisi, aku mengarungi kota yang keras. Mencari sastrawan-sastrawan yang tersisa di sela-sela kerumunan massa. Demi mengenal p uisi, aku terjun ke desa-desa mencari orang-orang bijak yang tidak pernah lupa akan hakikatnya. Tapi tidak satupun aku bertemu keduanya. Lalu aku pergi ke gunung. Di sana, aku bertemu banyak sekali jiwa. Termasuk jiwaku ada di sana pula. Di pelataran surya, aku menimang secangkir kopi dan beberapa sajak yang aku bawa dari rumah sebagai bekal. Tidak ada apa, hanya aku, sepi, dan secangkir kopi. Aku ngobrol dengan diri sendiri. Puisi tidak perlu dicari, dia ada di sini. Ada di kota, ada di desa, ada di langkah, ada di kamar derita, dan ada di sela-sela doa. Puisi ada di dalam  jiwa, ada di gunung pula. Ada di mana-mana, ada di antara semuanya. Purworejo, 20 Mei 2020

Keluh yang Luruh

Gambar
Mungkin raga sudah letih-letihnya—hingga kulihatnya wajah sendiri di kaca, tak karuan wujudnya. Sering kali keluh harus direlakan, agar semangat tak semerta-merta padam. Ketika harus terbangun dari sungkur, alur mengaturku untuk tetap bersyukur. Pada hari-hari yang tiada teratur, harus kuakui bahwa sebenarnya memang berat fase ini. Mana ada sempat menyebat , kopi sepesan hanya segelas—dan setelah itu pikiran harus kerja dengan semangatnya. Purworejo, 16 November 2020